Minggu, 09 Januari 2011

laki laki yag salah


“Kamu selalu jatuh cinta pada laki laki yang salah...”
“salah siapa?”
“Salahmu”
“Salah laki laki itu”
“Salah waktu”
“Salah cinta”
“salah tempat”
Sudah sejak setengah jam yang lalu aku berdebat dengan Abe. Masalah yang sama. Masalah yang selalu sama. Aku jatuh cinta pada laki laki yang salah. Lagi lagi laki laki yang salah.

“Salahmu...” seperti biasa, Abe menyalahkanku untuk semua masalah yang sudah terjadi.
“Masih nggak pernah belajar dari pengalaman.” lagi lagi Abe mempersalahkan diriku. Salah. Salah. Salah. Salah. Salah.

“Sudah!” teriakku. Aku nggak tahan lagi dengan semuanya. “Aku lelah...” air mata yang sejak tadi menggenang sudah hampir tumpah. Aku juga hampir kalah. Kepalaku sakit lagi. Aku sudah cukup disalahkan orang orang di sekitarku. Aku nggak mau Abe juga ikut menyalahkanku. Aku kecewa, sakit, hancur...

“Sudah, jangan menangis...” sekarang Abe lebih melunak padaku. “Jangan menangis lagi...”
Nggak bisa. Aku masih terus terisak, walaupun hanya isakan yang tertahan di tenggorokan.
“Sudah, jangan menangis lagi. Air matamu sudah habis...” katanya menunjuk darah yang mengalir dari sudut mataku. Darahku merah, mataku merah, jantungku merah, hatiku yang sudah hancur juga merah. Merah. Merah. Merah. Darah. Darah. Darah.

“Sudah, jangan menangis...” sekarang Aku merasakan tangannya yang hangat memeluk diriku. Pelan pelan, tangan itu mengusap air mataku yang merah. Mataku yang merah. Jantungku yang merah. Serpihan hatiku yang merah. Merah. Merah.

“sudah, jangan nangis lagi...” kini Abe memohon padaku. Suaranya sedikit bergetar. Entah marah, sedih, kecewa, kasihan. Nggak, aku gak butuh dikasihani. Mataku perih.

“Kamu tahu, sayang? Kamu boneka tercantik yang aku tahu. Jangan menangis lagi ya. Jangan menangis. Jadi bonekaku saja. Aku janji nggak akan nyakitin kamu...” jemarinya mulai menyusur pelan ikal rambutku. Aku sudah berhenti menangis. “kamu mau kan jadi bonekaku?” pelan, Abe bangkit mendekatiku. Jari jarinya menyusuri kakiku, pahaku, punggungku, tengkukku, dadaku, bibirku, bulu mataku...

“Kamu selalu jatuh cinta pada laki laki yang salah. Semakin lama, kamu jadi semakin hancur. Abe nggak suka...” aroma nafasnya menghangati hatiku.
“Kamu tahu, sejak lama Abe sayang sama kamu...” Abe masih terus mencumbui aku. Tengkukku, telingaku, pundakku, punggungku...

“Sekarang, jadilah bonekaku. Hanya milikku. Aku janji nggak akan biarkan seorangpun melukaimu. Sudah, jangan menangis lagi. Boneka tidak menangis. Boneka tidak merasa. Boneka tidak melihat. Boneka itu... kamu.” Abe mengakhiri kata katanya dengan kecupan lembut di telapak tanganku.

Ajaib, sudah tidak terasa sakit lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar